Siang
itu, matahari terasa terik membakar kulit. Seluruh siswa kelas 2
angkatan 10 SMART Ekselensia Indonesia sudah berkumpul di sekitar
pelataran (tempat duduk) dekat lapangan parkir. Mungkin nama kegiatan
ini sudah dianggap tidak asing atau familiar di telinga siswa SMART,
meskipun kegiatan ini baru direalisasikan sekitar dua bulan yang
lalu. Hardskill, itulah namanya.
Hardskill
adalah
salah satu kegiatan dari lima kegiatan intrakurikuler setelah jam
pelajaran KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) selesai pada pukul 12.05
WIB.
“Hardskill
di SMART sendiri berarti kegiatan mengasah kreativitas,”
ungkap
ustadzah
Uci Febria, manajer kesiswaan SMART Ekselensia.
“Kami berharap siswa SMART dapat menambah amanah sebagai penerima
manfaat dan menebarkankan manfaat kepada siapapun, baik di asrama
atau di rumah masing–masing” tambah ustadzah Uci.
Pada
agenda
hardskill
bulan April,
siswa kelas 4 memperoleh pelatihan beternak ikan, sedangkan siswa
kelas 2 pergi menuju ke kebun agropreneur Lembah Padi Selatan yang
letaknya di dekat perumahan Telaga Kahuripan untuk belajar menjadi
agropreneur
muda.
Berbekal stoples/gelas plastik bekas, mereka berangkat menuju lokasi
yang berliku jalanannya.
Rabu,
(15/4), pukul 13.25 WIB, siswa kelas 2 sampai di kebun tempat
belajar. Di sana telah menanti tiga orang pendamping siswa SMART
untuk menjadi agropreneur muda, yaitu Pak Dullah sebagai petani
sayuran organik, ustadzah Heni dan ustad Adi.
Para
siswa dibagi
menjadi empat kelompok, dan masing-masing kelompok ditugaskan untuk
membuat yel-yel
bertema
perkebunan. Setelah itu, mereka diperlihatkan contoh perkebunan
sayuran Pak Dullah dkk. Mulai dari cabai, pepaya, kacang tanah,
hampir
semuanya ada di sana. Pak Dullah mengajak siswa berhitung keuntungan
yang bisa diperoleh. “Anggap kita punya 20 pohon cabai di kebun,
dengan hasil panen sekitar 20 kg per panen. Jika harga cabai di
pasaran harga Rp 90.000 sampai Rp 100.000 per kilo, kita bisa meraih
jutaan rupiah tiap kali panen,” tutur Pak Dullah kepada siswa yang
terlihat antusias mengikuti kegiatan ini.
Kegiatan
menanam cabe ditutup dengan pembagian bibit-bibit tumbuhan cabai
kepada masing-masing siswa. Selain itu pada siswa diberi tugas untuk
menjaga dan mengontrol tumbuhan berbuah pedas tersebut supaya tidak
layu, atau bahkan mati.
Hari
Rabu (22/4) kembali dilaksanakan kegiatan hardskill
bertema pertanian yang kedua. Siswa berkumpul di aula dengan membawa
botol plastik bekas. Seharusnya, acara dimulai pukul satu siang, tapi ternyata baru dimulai sekitar pukul dua
siang.
Di
pertemuan kedua ini, siswa diajarkan mengenai pestisida organik dan
metode bertani hidroponik dengan botol plastik bekas. Diperlihatkan
pula tayangan video tentang pertanian di luar negeri. Ternyata,
pertanian di Indonesia sangat tertinggal dibanding pertanian. Satu
lahan di Indonesia hingga dipanen memerlukan waktu bertanam
berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus hari. Di luar negeri, pekebunan
cukup dikerjakan oleh dua orang saja, biasanya adalah kaum muda
berpendidikan tinggi. Berbeda dengan di Indonesia yang kebanyakan
telah berumur 50 tahun ke atas dan hanya mengandalkan ilmu
turun-temurun warisan keluarga. “Karena itu, jadilah petani
berdasi,.” ujar ustazah Heni di sela-sela pelatihan.
Kegiatan
hardskill
kali ini ditutup dengan
menanam bibit tanaman pilihan yang telah dipilih. Ada yang memilih
biji cabai, biji tomat, ataupun biji bayam. Dari latihan ini para
siswa diharapkan dapat menghargai apa yang telah diberikan selama ini
dan menjadi wirausahawan muda dalam bidang petanian.
+DUA BELAS DETIK - M FAJRUL IMAN / KONTRIBUTOR : HABIBULLAH AKBAR-
Comments
Post a Comment