Meretas Asa di Universitas Airlangga

SAAT seleksi SNMPTN tahun 2009, kehendak Allah memutuskan saya diterima di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Sebelumnya, saya berharap bisa lolos di Paramadina Fellowship atau STAN. Rupanya, Unair adalah pilihan terbaik Allah. Saat saya masuk, Unair termasuk kampus yang termasuk peringkat lima besar di Indonesia. Namun meningkat pada saat saya lulus di tahun 2013 menjadi tiga besar di Indonesia. Perjuangan berangkat ke Surabaya adalah perjuangan meretas asa. Berbekal kenalan teman-teman etos, saya memulai membangun mimpi di kota terbesar kedua di Indonesia ini.

Tahun pertama kuliah saya memutuskan untuk menjadi “yang terbaik di Unair” karena saya adalah lulusan sekolah akselerasi. Beasiswa dari SMART Ekselensia hanya mampu men-support saya di tahun pertama sehingga saya mesti berpindah satu beasiswa ke beasiswa lain selama kuliah 4 tahun ke depan. Terhitung ada tiga beasiswa yang saya dapatkan. Pertama, Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (BPPA) Unair. Beasiswa ini saya dapatkan karena IP cumlaude saya 4,00 di semester pertama kuliah. Setelah mendapat BPPA, Kepala Jurusan memberikan saya “hadiah” jalan-jalan ke Medan, Sumatera Utara untuk mewakili Unair dalam Konferensi Mahasiswa Sejarah se-Indonesia.

Beasiswa kedua adalah PPSDMS Nurul Fikri yang memberikan pembekalan kepemimpinan serta pengembangan diri. Beasiswa ini cukup bergengsi di perguruan tinggi negeri (PTN). Melalui beasiswa ini, saya sering mengikuti pelatihan bersama para tokoh Nasional sekelas Ketua MPR dan Menteri-menteri Negara. Beasiswa terakhir adalah Beasiswa Filantrofi DD yang saya gunakan untuk menyelesaikan skripsi. Prinsip saya “Menjadi terbaik di Unair” bukan tanpa alasan, karena sebagai lulusan akselerasi, saya ingin membuktikan bahwa di mana pun kita berada, yang membuat kita berkembang adalah diri kita sendiri. Bagaimana caranya kita membangun lingkungan positif di sekitar kita.

Dua tahun setelah kuliah, saya menyabet prestasi Mahasiswa Berprestasi 1 FIB Universitas Airlangga dan menjadi nominasi finalis MAWAPRES Unair di akhir tahun 2011. Setahun kemudian, saya ditunjuk sebagai Menteri Kebijakan Publik BEM Unair serta mendapat “hadiah” dari rektorat untuk jalan-jalan ke Brunei Darussalam. Saya turut mewakili Unair dalam Pertukaran Budaya ASEAN (10th ASEAN Youth Cultural Forum). Menjelang akhir 2013, saya berhasil lulus dengan predikat “lulusan terbaik” setelah bersusah-payah mengerjakan tugas-tugas akhir. Ingat, di dalam sebuah kesulitan pasti ada kemudahan.

Setelah lulus, saya sempat diterima di media terbesar di Indonesia, TEMPO Media Group. Sempat magang dua bulan di TEMPO biro Jawa Timur sebelum memutuskan untuk mundur dan mengajar di Yogyakarta, serta pernah mendapat undangan wawancara beasiswa S2 di Kedutaan Besar Turki. Namun sengaja tidak saya lanjutkan karena saya ingin mengekstraksi pengetahuan di dunia kerja sebelum lanjut studi. Bagi saya, menjadi wartawan atau pendidik adalah pengembangan diri yang sama sebelum memutuskan untuk melanjutkan hidup di kemudian hari.

Pesan terbesar saya untuk pembaca: Hidup adalah soal pilihan. Pilihan memutuskan untuk bekerja keras, bekerja cerdas atau bekerja sebaliknya. Kuliah saya adalah pilihan keras untuk dijalani. Saya dihadapkan pada iklim kuliah anak-anak fakultas sastra/ilmu budaya yang notabene santai. Sementara saya sendiri lulusan akselerasi yang terbiasa bekerja cepat, risk taker, dan visioner. Saya memutuskan untuk mewarnai jurusan dan alhamdulillah keputusan saya tepat. Saya tidak pernah menyesal dengan segala keputusan, karena keputusan yang disertai dengan usaha dan doa adalah separuh ikhtiar yang diberkahi Allah. Sisanya adalah hak prerogatif Allah untuk menentukan.

Apapun keputusan kita ketika akan masuk kuliah, memasuki dunia kerja, atau suatu saat nanti menikah dan melanjutkan studi, selalu libatkan Allah dalam pengambilan keputusan. Saya masih ingat sekali, saat angkatan pertama mempersiapkan ujian SBMPTN, kami rajin sholat qiyamullail dan memutuskan untuk mabit di masjid. Selamat bekerja keras!!!

IDENTITAS PENULIS
Subandi Rianto, merupakan lulusan angkatan pertama SMART Ekselensia. Meraih gelar sarjana dari Departemen Ilmu Sejarah FIB, Universitas Airlangga dengan predikat cumlaude, juga menerima Beasiswa Kepemimpinan PPSDMS Nurul Fikri Angkatan V, Mahasiswa Berprestasi Unair 2011, Delegasi Unair pada 10th ASEAN Youth Cultural Forum Brunei Darussalam 2012, serta pernah menjabat sebagai Menteri Kebijakan Publik BEM Unair 2012.
 
Subandi juga pernah menjadi editor buku “Mahasiswa Menggagas Kebangkitan Indonesia” (BEM Unair; 2012) dan “Menafsir Peristiwa, Merentas Peradaban” (Departemen Ilmu Sejarah Unair; 2013). Tulisannya tersebar di KOMPAS, JAWA POS, Radar Surabaya dan Tribun Jogja. Saat ini, ia mengabdikan diri untuk mendidik dan mengajar di Yogyakarta sebelum merancang kuliah pascasarjana. Cita-cita terbesarnya adalah meraih gelar doctor in philosophy (Ph.D) sebelum umur 30 tahun. Karya artikel penulis dapat dibaca di www.subandi-rianto.webnode.com.

+DUA BELAS DETIK - SUBANDI RIANTO-

Comments