Pembelajaran Lapangan Di Gunung Padang

KAMIS (9/4), seluruh siswa kelas 4 SMART Ekselensia Indonesia melaksanakan pembelajaran lapangan ke Cianjur, tepatnya ke situs megalitikum Gunung Padang. Tigapuluh empat siswa 4 IPA dan IPS didampingi lima orang guru berangkat sekitar pukul 5.30 WIB menggunakan sebuah truk tentara. Perjalanan ke situs Gunung Padang mencapai 3,5 jam, dan sekitar pukul 9.10 WIB seluruh rombongan tiba di lokasi, tepatnya di Desa Karya Mukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.

Matahari bersinar dan cuaca begitu cerah saat pendakian ke gunung setinggi 885 meter ini dimulai dari dasarnya. Sebelumnya rombongan membayar retribusi sebesar Rp 4000 per orang di pos pendaftaran pengunjung sebelum mendaki situs. Ada sebuah sumber air tepat sebelum jalur pendakian. Walau kecil dan tidak terlihat dalam dan dasarnya ditumbuhi lumut, warga sekitar mengatakan sumber air tersebut belum pernah mengalami kekeringan.

Untuk menuju teras-teras situs ini ada dua jalur pendakian. Satu berupa tangga semen yang cukup landai walau rutenya memutar dan bisa ditempuh dengan santai, sedangkan jalur lainnya adalah jalur asli yang sudah ada sejak dulu dan langsung menuju teras pertama dengan kemiringan yang cukup terjal dan menghabiskan nafas selama pendakian.

Situs Gunung Padang merupakan situs megalitik (batu besar) terbesar di Asia Tenggara dan diperkirakan umurnya sama dengan bangunan pertama piramida di Mesir, dibangun sekitar 4000 - 2500 tahun Sebelum Masehi. Bentuk Gunung Padang, yaitu punden berundak, berbahan batuan vulkanik. Bentuk batu-batu di situs ini sangat unik, yaitu pentagonal atau segi lima. Angka lima di lokasi situs ini juga memiliki hubungan yang unik, sebagaimana dijelaskan oleh seorang pemandu di sana, yaitu Pak Yuda.

"Selain bentuk batuan yang segi lima, situs Gunung Padang ini memiliki lima teras, serta dikelilingi oleh lima gunung," tutur Pak Yuda kepada para siswa SMART yang berkumpul di lantai satu anjungan pengamat di lokasi.

Menurut salah satu penelitian, situs megalitik Gunung Padang pada zaman dahulu berfungsi sebagai tempat peribadatan atau tempat upacara pemujaan. Dari batu-batu yang berada di situs tersebut, terdapat batu yang dipercaya sebagai tempat berkumpul dan bermusyawarah, batu dengan lubang seperti bekas tapak harimau, batu untuk mengamati pergerakan benda-benda langit, dan ada pula batu yang mengeluarkan bunyi berdenting yang sering disebut sebagai batu gamelan.

Usai berkeliling di situs dan mendengarkan penjelasan pemandu, para siswa SMART melanjutkan kegiatan observasi dan wawancara dengan penduduk yang tinggal di sekitar situs, sebagai bagian pembelajaran terpadu sejarah Indonesia, geografi, sosiologi, dan bahasa Indonesia.

Pukul dua siang, rombongan siap kembali ke SMART. Sungguh luar biasa pengalaman belajar kali ini delam mengenal mahakarya purba Nusantara. Sudah sepantasnya kita sebagai bangsa Indonesia bangga dengan keindahan negara dan megahnya peninggalan nenek moyang kita.

+DUA BELAS DETIK - FARID ILHAM MUDDIN

Comments