"Teruslah Mengedukasi Diri"

Fase dalam hidup tak ubahnya episode-episode yang silih berganti. Lima tahun mengasah potensi dalam lingkungan yang sangat membangun di SMART Ekselensia Indonesia, sudah cukup sebagai bekal untuk menapaki kehidupan dunia kampus. 


Pada Juli 2011, suratan takdir mengharuskan saya untuk kembali ke kampung halaman, Makassar. Saya, Muhammad Fadli Budiman, alumni angkatan 3 SMART EI, diabsahkan sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Hasanuddin (UNHAS). Saat itu perasaan saya bercampur aduk, karena sangat mengharapkan untuk melanjutkan perantauan sebagaimana mayoritas alumni SMART EI lainnya.

Ternyata skema dunia kampus tak ubahnya miniatur kehidupan masyarakat luas. Terdapat banyak tipikal mahasiswa dan pilihan jalan hidup yang akan kita tempuh. Selama di UNHAS, saya banyak menghabiskan waktu terlibat dalam dinamika organisasi atau lembaga kemahasiswaan. Mengikuti pelatihan kepemimpinan, menjalankan roda organisasi, dan menjadi delegasi fakultas dalam berbagai kegiatan. Tak luput disyukuri, sedari awal mengenyam pendidikan di UNHAS, saya mendapat beasiswa Bidikmisi. Anugerah itulah yang meringankan segala macam bentuk beban finansial kala itu. 

Alih-alih berkiprah meningkatkan pencapaian akademik dan karir berorganisasi di UNHAS, baru genap dua tahun rupanya saya dihadapkan dengan jalan hidup yang baru. Pasca lulus serangkaian tes sekolah tinggi kedinasan, timbul dilema untuk melanjutkan studi di UNHAS atau beralih ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Awalnya sangat sulit untuk menentukan pilihan, namun didasari oleh beberapa pertimbangan dan kehendak orang tua, akhirnya saya memilih STAN sebagai lahan berikutnya untuk kembali melebarkan sayap.

Selama mengenyam pendidikan di STAN, saya mulai fokus menyelami dunia penulisan dan memorak-porandakan kinerja verbal dan imajiner otak. Saya sempat beberapa kali mengikuti perlombaan, baik yang diselenggarakan oleh STAN maupun institusi eksternal, walaupun pada akhirnya hanya menjadi masterpieces pribadi :). Tapi itu tak menyurutkan niat saya untuk terus berkarya, walaupun hanya sebuah tulisan lusuh. Semakin banyak mencoba dan justru dihadapkan dengan kegagalan, bukanlah sesuatu yang harus diratapi. Karena kegagalan pun ada jatahnya. Oleh karenanya, sedini mungkin habiskan jatah gagalmu, dan bersiaplah menerima keberhasilan.

Setelah yudisium, berangkat dari rasa keingintahuan akan peradaban dan budaya kehidupan masyarakat Jawa, saya bersama sembilan orang rekan memutuskan melintasi Pulau Jawa pada pertengahan Oktober 2014. Sebagai pijakan pembuka, kami berlayar dari Makassar menuju Kota Pahlawan, Surabaya. Perjalanan berlanjut ke Kota Malang, Batu, Yogyakarta, Bogor, dan Tangerang Selatan sebagai garis finish.


Saya sangat menikmati dan memaknai setiap momen kala itu. Wisata alam dalam mengeksplorasi panorama pegunungan Kota Batu. Wisata ilmu saat mengunjungi situs bersejarah Candi Borobudur dan Prambanan. Tak ketinggalan persoalan mencicipi makanan khas setiap daerah melengkapi misi wisata kuliner sebagai seorang travelista. Dan tentunya momen pertemuan sesama alumni SMART di Yogyakarta dan Depok menjadi yang paling membahagiakan.

Februari 2015 merupakan awal saya melangkahkan kaki dalam dunia profesional: mengabdi dalam suatu instansi di bawah naungan Kementerian Keuangan yang berlokasi di Kota Kediri, Jawa Timur. Masyarakat, lingkungan, tantangan dan tanggung jawab baru hadir beriringan dalam satu waktu membentu gairah guna memperbesar kualitas diri. Satu yang istimewa dari Kota Tahu, Kediri, yakni perannya sebagai surga pelajar bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Hal inilah yang mendorong saya untuk terus bergulat menggembleng kemampuan bahasa di tengah rutinitas kantor.

Satu nasihat yang saya terus kenang, teruslah mengedukasi diri, bagaimana pun dan dengan alasan apapun. Selain sebagai rangka memantaskan diri dalam mewujudkan setiap rangkaian mimpi, edukasi juga sejatinya menghaluskan budi, menajamkan akal, dan melembutkan hati. Kurang lebih begitu pula amanat yang termaktub dalam lirik mars SMART Ekselensia Indonesia, “Menjadi Pembelajar Sejati”. Senantiasa terpatri mengilhami perjalanan kita sampai kapan pun.

+DUA BELAS DETIK - M. FADLI BUDIMAN -

Comments