"Belajar untuk Belajar"

Assalamu'alaikum. Nama saya Saiful Choirudin, lulusan angkatan pertama SMART EI. Ini adalah sepenggal kisah pengalaman berharga saya.

Sejak kuliah di Universitas Paramadina, saya sudah mengajar bikin kartun di SMP Islam Al- Syukro Universal, Ciputat. Di sana, saya mengajar ekstrakurikuler khusus untuk membuat dan belajar mengetahui apa-apa saja yang berhubungan dengan kartun. Saya tahu ada lowongan kerja sambilan di sekolah itu dari seorang ustadz yang sebelumnya pernah mengajar pelajaran bahasa Inggris dan juga menjadi kepala asrama di SMART EI yaitu Ustadz Heri Sriyanto.

Saya mengajar untuk satu tujuan yang besar, yaitu untuk belajar. Jadi, saya masih ingin belajar meskipun sudah bekerja. Hanya belajar dan belajar.

Setelah mendapat gelar S1, saya masih ingin belajar lagi. Saat itu, belum ada pikiran yang muncul tentang mencari kerja. Kalau teman-teman saya sudah banyak yang mencari lowongan pekerjaan, saya tidak. Saya masih ingin belajar. Seakan-akan hanya ada pemikiran tentang belajar saja. Saya mengajar di SLB Mahardika (Sekolah Luar Biasa) juga masih untuk belajar, tepatnya belajar bersyukur.

Mungkin kebanyakan orang menganggap anak-anak yang berada di SLB itu gila, jelek, kotor, dsb. Tetapi saya tidak. Saya menggunakan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah swt ini sebagai tempat untuk bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita semua.

Nah, di SLB sendiri ada banyak hal yang unik dan berbeda dari sekolah-sekolah biasa. Satu kelas di SLB hanya berisi 5-8 siswa. Berbeda dari sekolah biasa yang bisa menampung lebih dari 20 siswa untuk satu kelas. Ketika mengajar, harus ada tenaga ekstra untuk memerhatikan dan mengawasi para siswa. Apabila seorang pengajar lalai sedikit saja, salah satu muridnya bisa melakukan hal yang tidak baik.

Saya pernah mengalami hal seperti itu. Saya pernah mengajar menggambar dan saya sedikit lalai. Apa yang terjadi? Salah satu murid saya ada yang memakan krayon yang dipegangnya. Mungkin dia mengira bahwa itu adalah sebuah permen. Saya juga pernah diludahi ketika masuk ke sebuah kelas. Saya sudah terbiasa akan hal seperti itu. Apabila di sekolah biasa seorang pengajar bisa mengajar setiap hari, di SLB tidak bisa. Seorang pengajar biasanya hanya mengajar 3 kali dalam seminggu.

Ada hal unik lain di SLB. Salah satunya adalah para orangtua murid yang selalu bersemangat mengawasi anak-anaknya. Mereka bagaikan mesin penjaga 24 jam bagi anak mereka.

Anak-anak yang bersekolah di SLB memang memiliki banyak kekurangan. Tetapi di balik kekurangan tersebut, tersimpan banyak hal yang kadang tidak dimiliki oleh orang biasa.

(Catatan: Kak Syaiful Choirudin sejak tahun ajaran 2013/2014 mengajar mata pelajaran Seni Budaya di SMP SMART EI).

+DUA BELAS DETIK - Wawancara M. INDRA TRIARIE -

Comments